“Ki Rangga Agung Sedayu?”
hampir bersamaan kedua orang itu berdesis perlahan namun terdengar suara mereka
bergetar seiring dengan degup jantung mereka yang tiba-tiba saja telah
melonjak-lonjak tak terkendali.
“Bagaimana mungkin?”
terdengar Eyang Guru kembali berdesis sambil mengerutkan keningnya dalam-dalam,
“Apakah Ki Kebo Mengo sedemikian mudahnya dapat ditundukkan oleh Ki Rangga?”
“Belum tentu,” sergah Raden
Surengpati dengan dada berdebaran. Pandangan matanya tak pernah lepas dari ujud
bayangan Ki Rangga yang berdiri beberapa tombak di depannya, “Ki Kebo Mengo
adalah orang kepercayaan Kakangmas Wirasena. Aku yakin ujud bayangan
semu Ki Rangga lah yang melarikan diri.”
“Melarikan diri?” ulang
Eyang Guru dengan nada keheranan, “Melarikan diri karena kalah beradu ilmu
dengan si Kerbau bodoh itu?”
Sejenak merah padam wajah
Raden Surengpati. Namun dengan cepat kesan itu dihapus dari wajahnya. Katanya
kemudian, “Maksudku, Ki Rangga mungkin mengetahui gerak-gerik kita dan
memutuskan untuk mengejar kita berdua.”
Eyang Guru sejenak tertegun.
Jika memang benar Ki Rangga telah mengetahui gerak-gerik dirinya dan Raden
Surengpati, tentu agul-agulnya Mataram itu telah mencapai tingkat yang nyaris
sempurna dalam menguasai panggraitanya untuk melacak keberadaan seseorang.
Namun selagi kedua orang itu
menduga-duga apa sebenarnya yang telah terjadi dengan Ki Kebo Mengo, tiba-tiba
saja bayangan semu Ki Rangga perlahan-lahan menghilang bagaikan asap yang tertiup
angin kencang.
“He?!” hampir bersamaan
keduanya berseru tertahan. Detak jantung mereka yang semula mulai tenang kini
melonjak-lonjak kembali.
“Apakah sebenarnya yang
telah terjadi?” bertanya Raden Surengpati dengan kening yang berkerut-merut.
Sementara Eyang Guru yang berdiri di sebelahnya segera menundukkan kepalanya
serta menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Eyang Guru hanya memerlukan
waktu sekejab untuk menilai keadaan di sekelilingnya. Sejenak kemudian, Eyang
Guru pun telah mengangkat wajahnya serta mengurai kedua tangannya yang
bersilang di dada.
“Ki Rangga telah pergi,”
desis Eyang Guru kemudian sambil menarik nafas panjang.
Raden Surengpati yang berada
di sebelahnya berpaling. Dengan nada sedikit ragu-ragu, Raden Surengpati pun
kemudian bertanya, “Pergi? Mengapa?”
Kembali Eyang Guru menarik
nafas dalam. Jawabnya kemudian, “Entahlah. Aku tidak dapat menduga permainan
apakah yang sedang ditunjukkan oleh Ki Rangga? Namun yang jelas, ilmu Ki Rangga
dari hari ke hari rasa-rasanya semakin tinggi dan mumpuni. Aku khawatir, jika
tidak segera dihentikan, cita-cita Trah Sekar Seda Lepen hanya akan tinggal mimpi
belaka.”
Berdesir dada Raden
Surengpati. Namun di dalam hatinya masih ada sepercik harapan. Jika Kakandanya
mampu menarik Kiai Damar Sasangka untuk bergabung, mereka akan mempunyai
kekuatan yang setara bahkan mungkin lebih tinggi dibanding dengan kekuatan
Mataram.
“Sudahlah,” berkata Eyang
Guru kemudian membuyarkan lamunan Raden Surengpati, “Lebih baik kita kembali
saja. Aku mempunyai rencana untuk pergi ke gunung Tidar selepas tengange. Ada
yang harus segera kita bicarakan dengan Raden Wirasena dan para penghuni perguruan Sapta Dhahana itu.”
Selesai berkata demikian
tanpa menunggu tanggapan Raden Surengpati, Eyang Guru segera melangkahkan kaki
kembali menuju ke perdikan Matesih. Sementara Raden Surengpati dengan
tergesa-gesa segera mengikuti di belakangnya.
Demikianlah akhirnya, kedua
orang itu telah memutuskan untuk kembali ke Tanah Perdikan Matesih. Agaknya Eyang
Guru telah memperhitungkan untung ruginya jika harus berhadapan dengan kelima
orang yang sedang bermalam di dukuh Klangon itu. Jika dugaan Raden Surengpati
benar bahwa Ki Juru Mertani ada di antara kelima orang itu, Trah Sekar Seda Lepen
harus benar-benar berhitung cermat dalam mengukur kekuatan mereka.
Sejenak kemudian kedua orang
itu telah menyusuri jalan dukuh Klangon yang sepi. Kali ini mereka tidak
melewati halaman-halaman rumah yang sepi serta meloncati pagar-pagar yang
tinggi. Mereka menyusuri jalan sebagaimana biasanya, tidak harus dengan cara sembunyi-sembunyi.
Namun belum ada sepenginang
sirih mereka berdua berjalan, pendengaran Eyang Guru yang lebih tajam dibanding
Raden Mas Harya Surengpati telah menangkap desir lembut dari arah yang
berlawanan sedang menuju ke tempat mereka.
Segera saja Eyang Guru
menghentikan langkahnya.
“Ada apa?” bertanya Raden
Surengpati sambil ikut menghentikan langkahnya.
Eyang Guru tidak segera
menjawab. Langkah itu memang masih cukup jauh, namun pendengaran Eyang Guru
yang luar biasa tajamnya telah mampu menangkapnya.
“Eyang Guru,” kembali Raden
Surengpati bertanya, “Apakah Eyang Guru melihat sesuatu yang mencurigakan?”
Eyang Guru menarik nafas
dalam-dalam terlebih dahulu sebelum menjawab. Katanya kemudian setengah
berbisik, “Yang datang kemudian ini menurut pengamatanku juga termasuk orang
yang mumpuni menilik desir langkahnya yang sangat lembut. Namun aku yakin ini
bukan bayangan semu Ki Rangga. Sebuah bayangan semu tidak dapat dikenali desir
langkahnya, karena dia hanya berupa sebuah bayangan.”
“Karena itulah kehadiran
bayangan semu Ki Rangga beberapa saat tadi tidak dapat diketahui oleh Eyang
Guru,” sahut Raden Surengpati.
“Benar Raden,” jawab Eyang
Guru, “Aku dapat mengenalinya jika bayangan itu sudah berujud. Namun jika dia menghilang, aku yakin tidak ada seorang pun yang akan mampu untuk melacaknya. Itulah sebabnya ilmu Ki Rangga itu benar-benar tidak ada duanya. Jika Ki
Rangga mampu mematangkannya, seorang diri saja dia akan mampu menggulung jagad.”
Raden Surengpati
mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara suara desir langkah itu telah menjadi semakin
dekat sehingga kini adik orang yang mengaku Trah Sekar Seda Lepen itu pun sudah mampu mendengarnya.
Matur nuwun mbah.
BalasHapusMatur nuwun Mbah Man, makin ngedab-edabi .....
BalasHapusMatur-nuwun mBah-Man.....
BalasHapusMatur nuwun sanget Mbah Man...."Api Di Bumi Matesih" akan berkobar...
BalasHapusMak jegagik.....
BalasHapusAwan awan sambang padepokan Sekar Keluwih, tibaknya ada rontal jatuh.
Matur suwun.....
.ternyata bukan Gogon....
BalasHapusIya... bukan Gogon, juga bukan Gugun, Ki Widi. Ternyata bayangan semunya Ki RAS. Semoga ada tambahan untuk pengantar akhir pekan, ya.. Ki.
HapusIya... bukan Gogon, juga bukan Gugun, Ki Widi. Ternyata bayangan semunya Ki RAS. Semoga ada tambahan untuk pengantar akhir pekan, ya.. Ki.
HapusIya...ya..ternyata yang melempar ujud semu itu Ki RAS...tapi meminjam cara sidakepnya Gogon...karena Panembahan Agung saja bisa menciptakan banyak bentuk...tentunya Ki RAS lebih sempurna ilmunya,..dan Ki ZY juga masih suka dengan ilmu semu aji rangkap komennya...hehehe
HapusSugeng Sonten Ki.Adiwa Apa bukan ki Waskita yg sdg main2 Ki
HapusNggih Ki Iman waktu itu Ki Waskita yang melawan Panembahan Agung yang menculik Rudita putranya, tapi di Matesih ini Ki RAS yang sedang bermain semu semuan dan Ki Waskita hanya menjaga Ki RAS yang sedang semedi mengeluarkan ilmunya, dan Ki Waskita hanya bermain sulap untuk mengelabui orang yang minta sumbangan saja...hehe
HapusMatur nuwun Panembahan.
BalasHapusMugi tansah pikantuk kasarasan soho kanugrahan ingkang mbanyu mili...
Matur nuwun, Mbah_Man.
BalasHapusMatur nuwun, Mbah_Man.
BalasHapusYa Ki ZY...Tapi disini PLN off, fakir battery...
BalasHapusAlhamdulillah...matur nuwun Mbah Man...
BalasHapusSehat selalu lahir&BATIN..
Aji pengangen - angen RAS isih kalah sakti karo ajian byar-pet ki. peelen...
Hapus...hehehe...
udah on jam 15. yg belum wedaran bonusnya, biar sebagai penutup buku 2.
HapusMakin penasaran& menerawang jauh...siapa gerangan orang tsb,,,,
BalasHapusMatur sembah nuwun mbah Man
BalasHapusSedap nian . . .
BalasHapusMenatap wedaran . . .
. . saat malam mingguan.
Makasih
Betul... Malam mingguan dengan....
HapusMatur nuwun Mbah_man, tambah penasaran....
BalasHapusKayaknya itu yg mau datang adalah salah satu wujud Ki RAS dlm ilmunya Kakang Kawah Adi Ari-Ari... Mbah Guru dan R Surengpati jadi makin ciut nyalinya ... Bener2 suatu ajian yg nggegirisi dan medeni serta sulit ada bandingnya. Yang bs menandingi hanya Mbah Man saja sbg dalangnya ... nuwun Mbah Man ...
BalasHapus...mungkin yang datang itu Ki Jayaraga CS. yang dengan sengaja ingin mengganggu .....
Hapus...hehehe...ben ndang genep satus maning...
matur nuwun mbah Man
BalasHapusMatur nuwun mbah Man
BalasHapusAlhamdulillah, matur nuwun panembahan..
BalasHapusAlur ceritanya alon2.. mirip SHM.. bikin penasaran... smoga senantiasa sehat mbah man.. dan segera triple wedaran..#ngarep
BalasHapusMatur nuwun Panembahan. Semangkin tidak sabar menunggu lanjutannya
BalasHapusTernyata yang muncul Ki TT.......Geng ndalu....
BalasHapus“Ada apa?” bertanya Raden Surengpati sambil ikut menghentikan langkahnya.
BalasHapusEyang Guru tidak segera menjawab. pendengaran Eyang Guru yang luar biasa tajam telah mampu menangkap sesuatu.
“Eyang Guru,” kembali Raden Surengpati bertanya, “Apakah Eyang Guru melihat sesuatu yang mencurigakan?”
Eyang Guru menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu sebelum menjawab. Katanya kemudian setengah berbisik, “Yang datang kemudian ini menurut pengamatanku adalah kitab STSD jilid 3, menilik kitab jilid 2 sudah mencapai 25 rontal. Semoga bukan hanya bayangan.”
Mantaaapppp mbah....
BalasHapusmantapppppp wedarannnn Sabtu ... mato]ur nuwun mbah man ...
BalasHapusGeng-injang... saatnya bersih'' halaman ...
BalasHapusGeng motor...saatnya bersih" jalan..reng..reng...
HapusMungkin saat ini Tukang Kredit Keliling yang mengikuti Eyang Guru dan Raden Surengpati...untuk menagih tunggakan angsuran....
saestu sanes kulo....
BalasHapusHari Minggu menuggu rontal di tamannya Mbah_Man.
BalasHapusMantap pool... Ayo mbah man.. Dipanjangin setiap uploadnya
BalasHapustambah penasaran....
BalasHapusdi hari libur tak ada Wedaran.
Komen kok gak muncul.
para putut padepokan ini sekarang punya slogan baru Ki Widi, kalau kemarin kemarin satu rontal komennya banyak, saat ini berubah Ki....
HapusSedikit Komen Banyak Wedaran, alias, No Comment Wedaran Only.
Malah ra diwedar....lah wong wedarane nunggu threshold komen min 3 digit
HapusKalau menurut kebiasaan Mbah Man ada dan tidak ada koment tetap ada wedaran, itupun kalau dalam keadaan sehat dan tidak ada acara keluarga apa lagi dihari libur pastinya dimanfaatkan untuk istirahat...atau istilah lain ada penumpang atau tidak ada penumpang tetap jalan yang penting bensinnya penuh...bukan kaya angkot nunggu penuh baru jalan....hehehe
HapusNgapunten Mbah Man....🙏🙏🙏
nunggu Wedaran satu rontal untuk penutup buku 2..... biasane tebakanne salah,
Hapuswedarannya baru pratinjau.......hhh
HapusPratinjau penutup buka 2....
HapusKi Tanpa Aran sedang mengikuti Eyang Guru dan Eaden Surengpati untuk menguji ilmu jarak jauh, karena KTA tahu kelemahan Eyang Guru yaitu jantungnya agak lemah karena waktu menaruh ditangkainya terburu buru, dan perkiraan KTA Eyang Guru bisa semaput dengan sekali serang dengan cara mengagetkan dengan memakai topeng kayu yang dipinjami oleh Panembahan Ismaya yang hobby mengkoleksi topeng, dengan sekali loncat sambil bersenandung dandangdula lagu kegemaran Ki Pandanalas, kemungkinan jantungnya Eyang Guru akan copot lagi akibat serangan jantung....suatu ilmu yang diberi nama Aji kagetan karena KTA sudah mendalaminya dengan berbagai survey sebagian besar orang akan kaget kalau ditagih hutang karena nunggak angsuran....helmhelm
Wedar ra wedar ... komen
HapusKomen ra komen ....???
Hehehe...ujungnya ketemu juga kata kata mutira Ki Widiaxa... "Sabaaaaaarrrr"....hehehe
Hapustambah komen satu lagi
BalasHapussugeng ndalu can men sekalian ....
BalasHapuskomen juga .... tetep sabaaaar .... wedaran tetep ditunggu tapi sabar menunggu .... semangaaat teruss ...
Nginguk....
BalasHapusMlipir, balik maneh saka pintu butulan.
Pantesan pintu buntulan hilang...ternyata di bawah toh???....hehehe
HapusNenggo wedaran.sinambi lembur.
BalasHapusNunggu wedaran
BalasHapusnderek mruput ngantuk2 nginguk ganduk .... jebul isih
HapusHadir, ..... tetap semangat !
BalasHapus"seorang diri saja dia akan mampu menggulung jagad"... wuihh..ngeri
BalasHapusNderek absen....sugeng enjing....
HapusMungkin yang sesorah itu membayangkan jagad itu seperti kue dadar gulung.....
ibaratnya bumi sebesar kelering ki...tapi untuk mencari kordinatnya bagaimana nggih.....hhhii...
HapusUntuk mencari koordinatnya bayangkan saja martabak telur... Ki Widi, tukang martabak ahlinya dalam memotong motong sesuai koordinatnya....
Hapusbukan martabak ki, tapi tahu bulat.......
HapusHehehe....jadi inget jingle tukang tahu bulat di daerah saya Ki,
Hapus"Tahu di goreng dadakan limaratus anget anget....jooos"
Hehehe...
pemasarannya berarti sampai ke mana''.......
HapusAh...monday again...hard work again...but salary no up up...
BalasHapussemoga ini komen penutup.....
BalasHapuskulo bikak maleh ki...dereng 3 digit
Hapusdereng di gembok.... monggo disekecakake....
BalasHapus...puisi penutup buku dua....
BalasHapusRindu-ku dan rindu-mu
Mengaduk kalbu
Memantik jariku dan jarimu
Mendendangkan senandung rindu :
...rindu hati-ku....rindu hati-mu...padamu rontal - KU dan pada rontal- MU....
...eh...pada ...kepada siapa lagi ya...???
...hehehe...
....
Mungkin ini jadi penutup ,,, matur nuwun sanget mbah man .... menanti buku jilid 3 .... semoga MBah Man sekeluarga selalu sehat ...
BalasHapusTerima Kasih Mbah Man
BalasHapussemakin lama semakin kepingin baca terusan ceritanya, bagaimana dengan Glagah Putih, disembunyikan siapa, dan berkaitan dengan isi mimpi dari isterinya bahwa dia ditolong orang Rangga Agung Sedayu, bagaimana kenyataannya, hmmm mangga dilanjut mbak Man, Nuwun
BalasHapus