Sabtu, 11 Maret 2017

STSD 02_25

“Ki Rangga Agung Sedayu?” hampir bersamaan kedua orang itu berdesis perlahan namun terdengar suara mereka bergetar seiring dengan degup jantung mereka yang tiba-tiba saja telah melonjak-lonjak tak terkendali.

“Bagaimana mungkin?” terdengar Eyang Guru kembali berdesis sambil mengerutkan keningnya dalam-dalam, “Apakah Ki Kebo Mengo sedemikian mudahnya dapat ditundukkan oleh  Ki Rangga?”

“Belum tentu,” sergah Raden Surengpati dengan dada berdebaran. Pandangan matanya tak pernah lepas dari ujud bayangan Ki Rangga yang berdiri beberapa tombak di depannya, “Ki Kebo Mengo adalah orang kepercayaan Kakangmas Wirasena. Aku yakin ujud bayangan semu Ki Rangga lah yang melarikan diri.”

“Melarikan diri?” ulang Eyang Guru dengan nada keheranan, “Melarikan diri karena kalah beradu ilmu dengan si Kerbau bodoh itu?”

Sejenak merah padam wajah Raden Surengpati. Namun dengan cepat kesan itu dihapus dari wajahnya. Katanya kemudian, “Maksudku, Ki Rangga mungkin mengetahui gerak-gerik kita dan memutuskan untuk mengejar kita berdua.”

Eyang Guru sejenak tertegun. Jika memang benar Ki Rangga telah mengetahui gerak-gerik dirinya dan Raden Surengpati, tentu agul-agulnya Mataram itu telah mencapai tingkat yang nyaris sempurna dalam menguasai panggraitanya untuk melacak keberadaan seseorang.

Namun selagi kedua orang itu menduga-duga apa sebenarnya yang telah terjadi dengan Ki Kebo Mengo, tiba-tiba saja bayangan semu Ki Rangga perlahan-lahan menghilang bagaikan asap yang tertiup angin kencang.

“He?!” hampir bersamaan keduanya berseru tertahan. Detak jantung mereka yang semula mulai tenang kini melonjak-lonjak kembali.

“Apakah sebenarnya yang telah terjadi?” bertanya Raden Surengpati dengan kening yang berkerut-merut. Sementara Eyang Guru yang berdiri di sebelahnya segera menundukkan kepalanya serta menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Eyang Guru hanya memerlukan waktu sekejab untuk menilai keadaan di sekelilingnya. Sejenak kemudian, Eyang Guru pun telah mengangkat wajahnya serta mengurai kedua tangannya yang bersilang di dada.

“Ki Rangga telah pergi,” desis Eyang Guru kemudian sambil menarik nafas panjang.

Raden Surengpati yang berada di sebelahnya berpaling. Dengan nada sedikit ragu-ragu, Raden Surengpati pun kemudian bertanya, “Pergi? Mengapa?”

Kembali Eyang Guru menarik nafas dalam. Jawabnya kemudian, “Entahlah. Aku tidak dapat menduga permainan apakah yang sedang ditunjukkan oleh Ki Rangga? Namun yang jelas, ilmu Ki Rangga dari hari ke hari rasa-rasanya semakin tinggi dan mumpuni. Aku khawatir, jika tidak segera dihentikan, cita-cita Trah Sekar Seda Lepen hanya akan tinggal mimpi belaka.”

Berdesir dada Raden Surengpati. Namun di dalam hatinya masih ada sepercik harapan. Jika Kakandanya mampu menarik Kiai Damar Sasangka untuk bergabung, mereka akan mempunyai kekuatan yang setara bahkan mungkin lebih tinggi dibanding dengan kekuatan Mataram.

“Sudahlah,” berkata Eyang Guru kemudian membuyarkan lamunan Raden Surengpati, “Lebih baik kita kembali saja. Aku mempunyai rencana untuk pergi ke gunung Tidar selepas tengange. Ada yang harus segera kita bicarakan dengan Raden Wirasena dan para penghuni perguruan Sapta Dhahana itu.”

Selesai berkata demikian tanpa menunggu tanggapan Raden Surengpati, Eyang Guru segera melangkahkan kaki kembali menuju ke perdikan Matesih. Sementara Raden Surengpati dengan tergesa-gesa segera mengikuti di belakangnya.

Demikianlah akhirnya, kedua orang itu telah memutuskan untuk kembali ke Tanah Perdikan Matesih. Agaknya Eyang Guru telah memperhitungkan untung ruginya jika harus berhadapan dengan kelima orang yang sedang bermalam di dukuh Klangon itu. Jika dugaan Raden Surengpati benar bahwa Ki Juru Mertani ada di antara kelima orang itu, Trah Sekar Seda Lepen harus benar-benar berhitung cermat dalam mengukur kekuatan mereka.

Sejenak kemudian kedua orang itu telah menyusuri jalan dukuh Klangon yang sepi. Kali ini mereka tidak melewati halaman-halaman rumah yang sepi serta meloncati pagar-pagar yang tinggi. Mereka menyusuri jalan sebagaimana biasanya, tidak harus dengan cara sembunyi-sembunyi.

Namun belum ada sepenginang sirih mereka berdua berjalan, pendengaran Eyang Guru yang lebih tajam dibanding Raden Mas Harya Surengpati telah menangkap desir lembut dari arah yang berlawanan sedang menuju ke tempat mereka.

Segera saja Eyang Guru menghentikan langkahnya.

“Ada apa?” bertanya Raden Surengpati sambil ikut menghentikan langkahnya.

Eyang Guru tidak segera menjawab. Langkah itu memang masih cukup jauh, namun pendengaran Eyang Guru yang luar biasa tajamnya telah mampu menangkapnya.

“Eyang Guru,” kembali Raden Surengpati bertanya, “Apakah Eyang Guru melihat sesuatu yang mencurigakan?”

Eyang Guru menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu sebelum menjawab. Katanya kemudian setengah berbisik, “Yang datang kemudian ini menurut pengamatanku juga termasuk orang yang mumpuni menilik desir langkahnya yang sangat lembut. Namun aku yakin ini bukan bayangan semu Ki Rangga. Sebuah bayangan semu tidak dapat dikenali desir langkahnya, karena dia hanya berupa sebuah bayangan.”

“Karena itulah kehadiran bayangan semu Ki Rangga beberapa saat tadi tidak dapat diketahui oleh Eyang Guru,” sahut Raden Surengpati.

“Benar Raden,” jawab Eyang Guru, “Aku dapat mengenalinya jika bayangan itu sudah berujud. Namun jika dia menghilang, aku yakin tidak ada seorang pun yang akan mampu untuk melacaknya. Itulah sebabnya ilmu Ki Rangga itu benar-benar tidak ada duanya. Jika Ki Rangga mampu mematangkannya, seorang diri saja dia akan mampu menggulung jagad.”


Raden Surengpati mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara suara desir langkah itu telah menjadi semakin dekat sehingga kini adik orang yang mengaku Trah Sekar Seda Lepen itu pun sudah mampu mendengarnya.

71 komentar :

  1. Matur nuwun Mbah Man, makin ngedab-edabi .....

    BalasHapus
  2. Matur nuwun sanget Mbah Man...."Api Di Bumi Matesih" akan berkobar...

    BalasHapus
  3. Mak jegagik.....
    Awan awan sambang padepokan Sekar Keluwih, tibaknya ada rontal jatuh.
    Matur suwun.....

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Iya... bukan Gogon, juga bukan Gugun, Ki Widi. Ternyata bayangan semunya Ki RAS. Semoga ada tambahan untuk pengantar akhir pekan, ya.. Ki.

      Hapus
    2. Iya... bukan Gogon, juga bukan Gugun, Ki Widi. Ternyata bayangan semunya Ki RAS. Semoga ada tambahan untuk pengantar akhir pekan, ya.. Ki.

      Hapus
    3. Iya...ya..ternyata yang melempar ujud semu itu Ki RAS...tapi meminjam cara sidakepnya Gogon...karena Panembahan Agung saja bisa menciptakan banyak bentuk...tentunya Ki RAS lebih sempurna ilmunya,..dan Ki ZY juga masih suka dengan ilmu semu aji rangkap komennya...hehehe

      Hapus
    4. Sugeng Sonten Ki.Adiwa Apa bukan ki Waskita yg sdg main2 Ki

      Hapus
    5. Nggih Ki Iman waktu itu Ki Waskita yang melawan Panembahan Agung yang menculik Rudita putranya, tapi di Matesih ini Ki RAS yang sedang bermain semu semuan dan Ki Waskita hanya menjaga Ki RAS yang sedang semedi mengeluarkan ilmunya, dan Ki Waskita hanya bermain sulap untuk mengelabui orang yang minta sumbangan saja...hehe

      Hapus
  5. Matur nuwun Panembahan.
    Mugi tansah pikantuk kasarasan soho kanugrahan ingkang mbanyu mili...

    BalasHapus
  6. Ya Ki ZY...Tapi disini PLN off, fakir battery...

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah...matur nuwun Mbah Man...
    Sehat selalu lahir&BATIN..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aji pengangen - angen RAS isih kalah sakti karo ajian byar-pet ki. peelen...

      ...hehehe...

      Hapus
    2. udah on jam 15. yg belum wedaran bonusnya, biar sebagai penutup buku 2.

      Hapus
  8. Makin penasaran& menerawang jauh...siapa gerangan orang tsb,,,,

    BalasHapus
  9. Sedap nian . . .
    Menatap wedaran . . .
    . . saat malam mingguan.
    Makasih

    BalasHapus
  10. Matur nuwun Mbah_man, tambah penasaran....

    BalasHapus
  11. Kayaknya itu yg mau datang adalah salah satu wujud Ki RAS dlm ilmunya Kakang Kawah Adi Ari-Ari... Mbah Guru dan R Surengpati jadi makin ciut nyalinya ... Bener2 suatu ajian yg nggegirisi dan medeni serta sulit ada bandingnya. Yang bs menandingi hanya Mbah Man saja sbg dalangnya ... nuwun Mbah Man ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ...mungkin yang datang itu Ki Jayaraga CS. yang dengan sengaja ingin mengganggu .....

      ...hehehe...ben ndang genep satus maning...

      Hapus
  12. Alhamdulillah, matur nuwun panembahan..

    BalasHapus
  13. Alur ceritanya alon2.. mirip SHM.. bikin penasaran... smoga senantiasa sehat mbah man.. dan segera triple wedaran..#ngarep

    BalasHapus
  14. Matur nuwun Panembahan. Semangkin tidak sabar menunggu lanjutannya

    BalasHapus
  15. Ternyata yang muncul Ki TT.......Geng ndalu....

    BalasHapus
  16. “Ada apa?” bertanya Raden Surengpati sambil ikut menghentikan langkahnya.

    Eyang Guru tidak segera menjawab. pendengaran Eyang Guru yang luar biasa tajam telah mampu menangkap sesuatu.

    “Eyang Guru,” kembali Raden Surengpati bertanya, “Apakah Eyang Guru melihat sesuatu yang mencurigakan?”

    Eyang Guru menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu sebelum menjawab. Katanya kemudian setengah berbisik, “Yang datang kemudian ini menurut pengamatanku adalah kitab STSD jilid 3, menilik kitab jilid 2 sudah mencapai 25 rontal. Semoga bukan hanya bayangan.”

    BalasHapus
  17. mantapppppp wedarannnn Sabtu ... mato]ur nuwun mbah man ...

    BalasHapus
  18. Geng-injang... saatnya bersih'' halaman ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Geng motor...saatnya bersih" jalan..reng..reng...

      Mungkin saat ini Tukang Kredit Keliling yang mengikuti Eyang Guru dan Raden Surengpati...untuk menagih tunggakan angsuran....

      Hapus
  19. Hari Minggu menuggu rontal di tamannya Mbah_Man.

    BalasHapus
  20. Mantap pool... Ayo mbah man.. Dipanjangin setiap uploadnya

    BalasHapus
  21. tambah penasaran....
    di hari libur tak ada Wedaran.
    Komen kok gak muncul.

    BalasHapus
    Balasan
    1. para putut padepokan ini sekarang punya slogan baru Ki Widi, kalau kemarin kemarin satu rontal komennya banyak, saat ini berubah Ki....
      Sedikit Komen Banyak Wedaran, alias, No Comment Wedaran Only.

      Hapus
    2. Malah ra diwedar....lah wong wedarane nunggu threshold komen min 3 digit

      Hapus
    3. Kalau menurut kebiasaan Mbah Man ada dan tidak ada koment tetap ada wedaran, itupun kalau dalam keadaan sehat dan tidak ada acara keluarga apa lagi dihari libur pastinya dimanfaatkan untuk istirahat...atau istilah lain ada penumpang atau tidak ada penumpang tetap jalan yang penting bensinnya penuh...bukan kaya angkot nunggu penuh baru jalan....hehehe

      Ngapunten Mbah Man....🙏🙏🙏

      Hapus
    4. nunggu Wedaran satu rontal untuk penutup buku 2..... biasane tebakanne salah,

      Hapus
    5. wedarannya baru pratinjau.......hhh

      Hapus
    6. Pratinjau penutup buka 2....

      Ki Tanpa Aran sedang mengikuti Eyang Guru dan Eaden Surengpati untuk menguji ilmu jarak jauh, karena KTA tahu kelemahan Eyang Guru yaitu jantungnya agak lemah karena waktu menaruh ditangkainya terburu buru, dan perkiraan KTA Eyang Guru bisa semaput dengan sekali serang dengan cara mengagetkan dengan memakai topeng kayu yang dipinjami oleh Panembahan Ismaya yang hobby mengkoleksi topeng, dengan sekali loncat sambil bersenandung dandangdula lagu kegemaran Ki Pandanalas, kemungkinan jantungnya Eyang Guru akan copot lagi akibat serangan jantung....suatu ilmu yang diberi nama Aji kagetan karena KTA sudah mendalaminya dengan berbagai survey sebagian besar orang akan kaget kalau ditagih hutang karena nunggak angsuran....helmhelm

      Hapus
    7. Wedar ra wedar ... komen
      Komen ra komen ....???

      Hapus
    8. Hehehe...ujungnya ketemu juga kata kata mutira Ki Widiaxa... "Sabaaaaaarrrr"....hehehe

      Hapus
  22. sugeng ndalu can men sekalian ....
    komen juga .... tetep sabaaaar .... wedaran tetep ditunggu tapi sabar menunggu .... semangaaat teruss ...

    BalasHapus
  23. Nginguk....
    Mlipir, balik maneh saka pintu butulan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pantesan pintu buntulan hilang...ternyata di bawah toh???....hehehe

      Hapus
  24. Nenggo wedaran.sinambi lembur.

    BalasHapus
  25. Balasan
    1. nderek mruput ngantuk2 nginguk ganduk .... jebul isih

      Hapus
  26. Hadir, ..... tetap semangat !

    BalasHapus
  27. "seorang diri saja dia akan mampu menggulung jagad"... wuihh..ngeri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nderek absen....sugeng enjing....

      Mungkin yang sesorah itu membayangkan jagad itu seperti kue dadar gulung.....

      Hapus
    2. ibaratnya bumi sebesar kelering ki...tapi untuk mencari kordinatnya bagaimana nggih.....hhhii...

      Hapus
    3. Untuk mencari koordinatnya bayangkan saja martabak telur... Ki Widi, tukang martabak ahlinya dalam memotong motong sesuai koordinatnya....

      Hapus
    4. bukan martabak ki, tapi tahu bulat.......

      Hapus
    5. Hehehe....jadi inget jingle tukang tahu bulat di daerah saya Ki,

      "Tahu di goreng dadakan limaratus anget anget....jooos"

      Hehehe...

      Hapus
    6. pemasarannya berarti sampai ke mana''.......

      Hapus
  28. Ah...monday again...hard work again...but salary no up up...

    BalasHapus
  29. semoga ini komen penutup.....

    BalasHapus
  30. dereng di gembok.... monggo disekecakake....

    BalasHapus
  31. ...puisi penutup buku dua....

    Rindu-ku dan rindu-mu

    Mengaduk kalbu

    Memantik jariku dan jarimu

    Mendendangkan senandung rindu :

    ...rindu hati-ku....rindu hati-mu...padamu rontal - KU dan pada rontal- MU....

    ...eh...pada ...kepada siapa lagi ya...???


    ...hehehe...
    ....

    BalasHapus
  32. Mungkin ini jadi penutup ,,, matur nuwun sanget mbah man .... menanti buku jilid 3 .... semoga MBah Man sekeluarga selalu sehat ...

    BalasHapus
  33. semakin lama semakin kepingin baca terusan ceritanya, bagaimana dengan Glagah Putih, disembunyikan siapa, dan berkaitan dengan isi mimpi dari isterinya bahwa dia ditolong orang Rangga Agung Sedayu, bagaimana kenyataannya, hmmm mangga dilanjut mbak Man, Nuwun

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.